Minggu, 30 Oktober 2011

Pemanfaatan Sampah Rumah Tangga Menjadi Pupuk Organik

Published On Mon, 20 Sep 2010
Mari kita coba mengolah sampah yang ada di rumah kita, banyak lho manfaatnya !
PEMANFAATAN SAMPAH RUMAH TANGGA MENJADI PUPUK ORGANIK
Makalah ini kami susun sebagai bahan penyuluhan untuk ibu-ibu PKK di sekitar tempat tinggal kami. Makalah ini kami susun dari berbagai sumber yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Pemanfaatan sampah organik rumah tangga sebagai pupuk tanaman dapat memberikan fungsi ganda, selain menghasilkan pupuk juga membantu masyarakat hidup bersih. Guna memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk melestarikan lingkungan hidup menuju masyarakat sejahtera. Kita harus tahu dan sadar bahwa 70 % sampah yang dihasilkan setiap hari merupakan sampah rumah tangga. Bila sampah telah dapat tertanggulangi pada tingkat keluarga atau rumah tangga, akan mampu mengurangi beban terbesar yang harus ditanggung tempat pembuangan akhir (TPA). Untuk itu, kita perlu mensosialisasikan pemanfaatan sampah organik di lingkungan keluarga atau rumah tangga menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah rumah tangga seperti ini relatif lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi penampungan akhir dari TPA.
Kegiatan tersebut dapat menciptakan lingkungan bersih dan sehat, sehingga masyarakat dapat hidup bersih dan sehat. Ada beberapa Permasalahan Sampah yang sering kita hadapi. Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan dapat mengakibatkan :
1. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus
2. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara
3. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.
Oleh karena itu perlu tindakan-tindakan khusus yang dilakukan dalam menangani masalah sampah dapur ini.
Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut :
a. Penumpukan. Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dana badan-badan air.
b. Pengkomposan. Cara pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri. Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos. Pengolahan sampah menjadi kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah.
Dengan mengolah sampah dapur kita mendapatkan bernagai manfaat antara lain :
1. Mengehemat sumber daya alam
2. Mengehemat Energi
3. Mengurangi uang belanja
4. Menghemat lahan TPA
5. Lingkungan asri (bersih,sehat,nyaman) Manfaat pengelolaan sampah Pemanfaatan ibu-ibu PKK merupakan salah satu cara untuk menggerakkan warga untuk sadar lingkungan.
Menciptakan kebiasaan mengolah sampah dapur itu tidaklah mudah, oleh karena itu perlunya kesadaran dari ibu-ibu untuk menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan bebas dari sampah. Untuk menjaga lingkungan bersih bebas dari sampah salah satu solusinya mengubah kebiasaan membuang sampah untuk mengolah sampah menjadi kompos dimulai dari sampah rumah tangga.
Sampah organik ialah sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur yang sifatnya mudah terurai secara alami dengan bantuan mikroorganisme. Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos, tahapan pemilahan dan penyeleksian sampah penting dilaksanakan, hindari dari sisa-sisa daging, tulang, duri-duri ikan, produk yang berasal dari susu, sisa-sisa makanan berlemak, dikarenakan kesemuanya itu dapat diperoleh kompos yang kualitas tidak baik karena bisa menimbulkan bau busuk.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kompos seperti bahan baku, suhu, nitrogen dan kelembapan bahan sampah organik yang berasal dari sisa sayuran dapur lebih cepat terurai dan tidak berbau. Kandungan C/N bahan dengan C/N tanah harus seimbang. Selain itu kestabilan suhu harus dijaga, suhu ideal ( 40-50 ºC). Sementara nitrogen dibutuhkan oleh bakteri pengahancur untuk tumbuh dan berkembang biak. Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kelembapan yang tinggi menyebabkan volume udara menjadi berkurang. Sampah rumah tangga sangat ideal dijadikan kompos.
Mengenal Kompos Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Di dalam timbunan bahan-bahan organic, pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati dilakukan oleh jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu penguraian hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air, terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam jasad-jasad renik, terutama nitrogen, fosfor dan kalium. Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali bila jasad-jasad tersebut mati.
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos, oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos. Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran zat lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan C/N kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh karena itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak.
Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan manfaat antara lain menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebih lama, mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar menjadi salah satu alternative pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan ramah lingkungan, menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya lebih hemat, bersifat multi lahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan dan reklamasi lahan kritis. Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N, semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos.
Tanah pertanian yang baik mengandung perbandingan unsure C dan N yang seimbang. Bahan-bahan organik tersebut harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N tanah. Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak bisa langsung dibenamkan dan membiarkannya terbenam sendiri karena struktur bahan organik tersebut kasar, daya ikatnya terhadap air amat lemah, sehingga bila langsung dibenamkan ke tanah, tanah akan menjadi berderai. Hal ini dapat dilakukan bagi tanah yang berat, akan tetapi akan berakibat buruk bagi tanah yang ringan (pasir) dan akan lebih buruk lagi pada kawasan tanah yang terbuka.
Penimbunan bahan organik begitu saja di tanah yang kaya udara dan air tidaklah baik karena penguraian terjadi amat cepat. Akibatnya, jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat cepat. Kondisi seperti ini akan sangat menganggu pertumbuhan tanaman. Selain kandungan C/N dalam bahan, permukaan bahan juga mempengaruhi kecepatan pengomposan. Makin halus dan kecil bahan baku kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai akan semakin kuat sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat. Sebaliknya bila bahan baku berukuran besar, permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga proses pengomposan lebih lama. Itulah sebabnya bahan baku tersebut harus dipotong-potong. Selain itu dalam pembuatan kompos perlu dijaga kestabilan suhu ( mempertahankan panas ) pada suhu ideal (40-50ºC). Untuk mempertahankan panas dapat dilakukan dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2m. Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah menguap. Hal ini dikarenakan tidak adanya bahan material yang digunakan. Untuk menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Suhu yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak dapat berkembang. Sebaliknya, timbunan bahan terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai.
Adapun kondisi yang kekurangan udara dapat memacu pertumbuhan bakteri anaerob yang menimbulkan bau tidak enak. Nitrogen salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kompos, sebab nitrogen dibutuhkan oleh bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang baik.
Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya rendah tidak menghasilkan panas, sehingga pembusukan bahan-bahan akan terhambat. Oleh karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras dan tanaman menjalar harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair, pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur. Apabila bahan-bahan yang mengandung nitrogen tidak tersedia bahan kompos bisa ditambah dengan berbagai pupuk organik (pupuk kandang). Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kelembapan yang tinggi (bahan dalam keadaan becek)akan mengakibatkan volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan. Dengan demikian volume udara terjaga stabilitasnya. Sampah-sampah hijau umumnya tidak membutuhkan air sama sekali pada awal pembuatan kompos. Namun pada dahan dan ranting kering serta rumput-rumputan harus diberi air pada saat membuat timbunan kompos.
Secara menyeluruh kelembapan timbunan harus mencapai 40-60%. Timbunan kompos akan mulai berasap pada saat panas mulai timbul. Pada saat itu, bagian tengah akan menjadi kering setelah itu proses pembusukan bisa berhenti secara mendadak. Untuk mencegahnya, panas dan kelembapan dalam timbunan bahan perlu dikontrol. Caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan telah berjalan baik. Di daerah yang bercuaca kering, timbunan bahan kompos dapat diairi tiap 4-5 hari sekali. Sebaliknya, di daerah yang banyak curah hujannya, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek.
Usaha yang dapat dilakukan yakni dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan agak membulat agar dapat mengalirkan airnya. Namun, bila hujan tak ada hentinya dan amat deras, timbunan kompos masih tetap terlalu basah atau becek sehingga bakteri anaerob mulai tumbuh, maka perlu dilakukan pengadukan setiap hari. Hal ini dapat mengembalikan keadaan yang normal.
Mengolah Sampah Organik Dapur Menjadi Kompos Dalam pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Langkah pertama yang harus dipersiapkan yaitu bahan-bahan organik yang akan dikomposkan dipotong-potong atau dicacah agar proses pengomposan berlingsung cepat. Selain itu untuk mempercepat pengomposan, diperlukan pupuk kandang karena bahan-bahan ini akan ditumpuk maka perlu dipersiapkan tempatnya. Tempat yang sederhana di tanah (bahan ditumpuk diatas tanah). Untuk menjaga agar tidak tergenang sewaktu hujan, perlu dibuat bendungan dengan ukuran sesuai kondisi lahan, misal panjang 3 m, lebar1 m dan tinggi 25-30 cm.
Untuk menghindari curah hujan, dapat dibuat naungan dengan atap dari genting, rumbia atau bahan lainnya. Selain ditumpuk diatas tanah, bahan-bahan organik dapat ditumpuk dalam bak penampung. Bak ini bisa beraneka ragam modelnya tergantung kebutuhan. Ember berlubang Ember bekas cat seperti ini dapat disulap menjadi komposter sederhana dengan memberi lubang yang cukup untuk aerasi. Digunakan bantal sekam dan kardus untuk mengontrol kelembaban dan mengurangi bau. Bak penampung harus mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara dapat keluar masuk dengan bebas. Aliran udara yang tidak lancer dapat menyebabkan pengomposan tidak sempurna. Salah satu model bak yang praktis dan murah adalah seperti boks bayi dengan daya tampung sekitar 1 m3.
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan bak ini seperti papan,bamboo, kawat ram dan paku. Dalam pembuatan bak yang terpenting yaitu adanya ventilasi. Ventilasi dapat dibuat dengan memasang kawat ram atau papan-papan yang dirangkai diberi jarak. Drum/tong Menggunakan tong plastik berukuran 120L yang dilengkapi pipa vertical dan horizontal agar proses berlangsung secara aerob (dengan udara). Bak/kotak Metoda ini menggunakan konstruksi sederhana pasangan bata yang dikombinasikan dengan bilik kayu sebagai pintu untuk ruang pengomposan.
Untuk memudahkan pembalikan kompos, sisi-sisi bak dicopot dan dipasang kembali disebelah timbunan. Kedalam sehingga bagian atas akan menjadi bagian bawah. Mengolah sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga diperlukan alat yang disebut komposer. Untuk membuat komposter diperlukannya drum atau tong plastik yang mempunyai tutup, pipa paralon berdiameter 4 inci, kasa plastic untuk menutup lubang pipa bagian uar dan batu kerikil. Cara pembuatan komposter yang pertama bagian atas tong plastik diberi 4 lubang diameter 4 inci untuk memasang pipa:
1. Bagian bawah juga dilubangi dengan diameter yang sama, sebanyak 4-5 lubang, lalu ditutup kasa plastik untuk jalan air
2. Ujung-ujung pipa bagian luar ditutup kasa plastik untuk sirkulasi udara
3. Pipa dilubangi dengan bor sebesar 5 mm dengan jarak 10 cm untuk udara,
4. Pasang pipa pada empat sudut tong, lalu tanam ditanah. Tempatkan pada bagian yang tidak kena hujan secara langsung.
5. Tepi tong ditutup batu kerikil setebal 15 cm.
Demikian juga sekeliling pipa ditutup kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organik cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organik cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil untuk meredam bau tersebut. Tong tersebut diisi dengan sampah rumah tangga, tentunya sampah organik, tetapi jangan diikutkan dengan kulit telur dan kulit kacang sebab sukar menjadi kompos. Setelah penuh, tong ditutup dan dibiarkan selama 3-4 bulan. Selama itu akan terjadi proses pengomposan. Sampah yang sudah jadi kompos berwarna hitam dan gembur seperti tanah. Ambil kompos itu dari composer, lalu diangin-anginkan sekitar seminggu sesudah itu kompos sudah siap untuk pupuk tanaman.
Dalam komposter tersebut akan bermunculan belatung yang mungkin bisa menimbulkan rasa jijik. Belatung muncul dari sampah-sampah organik yang mengalami pembusuk. Kehadiran belatung karena tugasnya melahap sampah dapur. Supaya belatung tidak berkeliaran maka tutup tong harus dijaga dalam keadaan rapat. Untuk mendapatkan kompos yang lebih terjamin keberhasilannya dibutuhkan enam langkah penyusunan pembuatan kompos.
Langkah yang pertama yaitu bahan kompos ditumpukkan diatas bilah-bilah bamboo atau kayu. Selama 1-2 hari diperciki air sampai lembab tetapi tidak becek.
Langkah yang kedua yaitu pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan dari hari keempat hingga hari ke empat puluh, tumpukan dijaga agar suhunya 45-65C dan kelembapannya sekitar 50%. Kelembapan dapat diukur dengan cara memasukkan tongkat kayu kedalam tumpukkan kompos, lalu mengeluarkannya. Bila tongkat kering, berarti kelembapannya kurang sehingga perlu dibalik dan disiram. Bila tongkat basah (lembab) berarti kelembapannya telah sesuai. Namun bila tongkat terlalu basah maka kelembapannya terlalu tinggi sehingga perlu dibalik. Cara mengukur lainnya dengan memegang bahan kompos. Kelembapan ideal ditandai dengan bahan yang basah, tetapi tidak ada air menetes. Suhu diukur dengan cara memasukan tangan kedalam tumpukan kompos. Suhu 45-65ºC.
Langkah ketiga yaitu pembalikkan dan penyiraman, pembalikkan tumpukan dilakukan jika terjadi suhu tumpukkan diatas 65ºC atau dibawah 45ºC tumpukkan terlalu basah atau dibawah 45ºC tumpukan terlalu basah atau terlalu kering. Apabila suhu masih 45-60ºC dan kelembapannya 50% tumpukan kompos belum waktunya dibalik.
Langkah keempat yaitu pematangan, hari ke-45 tumpukan telah memasuki masa pemotongan. Kompos yang matang ditandai dengan suhu tumpukan yang menurun mendekati suhu ruang, tidak berbau busuk, bentuk fisik menyerupai tanah dan berwarna kehitam-hitaman. Pemotongan berlangsung selama 14 hari. Langkah kelima yaitu pengayakan kompos, tujuan dilakukan pengayakan yaitu agar memperoleh ukuran kompos sesuai yang dikhendaki, memilah bahan yang belum terkomposkan secara sempurna dan mengendalikan mutu kompos.
Langkah terakhir yaitu pengemasan dan penyimpanan kompos yang sudah disaring, dikemas kedalam kantung atau karung. Setelah itu disimpan ditempat yang kering atau diletakan diatas papan.

-- Sumber : tjimpolo.blogg.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar